KISAH KAWIN LARI

Kujejakkan langkah kakiku pada tanah basah dan lembab di sebuah dusun tempat kerja seorang sahabatku, terlebih dahulu saya harus melewati jalan produksi hasil kebun sepanjang 7 km yang hanya berupa pengerasan dan penuh kubangan lumpur, sebuah jembatan kayu yang butuh kehati-hatian ekstra ketika melewatinya menandakan pintugerbang menuju rumah ibu tersebut kudapati sebuah rumah kumuh tetangga ibu tersebut dan butuh jarak 2 km masuk kedalam kebun dan kudapati rumah itu.. kedatanganku disambut suara kokok-kokok ayam dan lolong anjing yang sangat ramai… itulah teman hidupnya pada malam hari yang terisolir dari persoalan politik yang sedang panas diluar sana.
Panggillah Marni, seorang wanita perkasa titisan xena Dari yunani begitu pikirku, membutuhkan 2 kilo saja dari jembatan tersebut untuk melihat rumahnya yang apik dipenuhi berbagai macam tanaman buah dan di penuhi oleh gerombolan binatang peliharaan, tak ada lagi selain dia yang tinggal di tengah2 kebun ini. Bias jadi rekomendasi tempat untuk ingin menyepi atau kabur dari rumah.
Ada perasaan damai saat sejenak kuhirup udara segar disela2 pepohonan coklatnya, dan senyum dicky seolang olah menggodaku untuk terus menemaninya, seekor monyet jantan jinak yang menjadi sahabar ibu marni sejak dicky masih kecil… mmm.. dicki¬¬_namu sangat keren!!! ;)
Awalnya dorongan yang mnantangku menuju rumah ibu marni adalah karena durian, yeah buah durian… buah yang sangat kupuja-puja –apalagi kalau gratis, hehehe…di memiliki kebun sluas 4 hektar yang ia rawat bersama suaminya..
Tapi tunggu dulu, saya sama sekali belum bercerita tentang mengapa dia bisa tinggal berkebun di situ… (mungkin karena pengaruh durian nih..)
Ibu marni adalah gadis suku Makassar yang jatuh cinta pada seorang laki2 sederhana yang tak berpenghasilan, dorongan cinta yang kuat ingin dia larikan ke jenjang pernikahan seperti umumnya gadis yang inginmenikah.. namun, karena budaya patriarkh, orang tuanya tidak megijinkan anaknya menikah dengan lelaki yang tidak jelas masa depannya –katakanlah mapan. Dan karena dorongan cinta pula membuatnya punya keberanian untuk meninggalkan keluarganya demi bias hidup bersama kekasihnya.
Maka terdamparlah ia bersama kekasihnya-suaminya di kabupaten mamuju utara, tempat yang lumayan jauh dari kampunya. Awalnya ia hidup menjadi buruh kebun bersama suaminya yang mengurusi pohon coklat dan jeruk hingga sekarang saat ippang dan appang sepasang anak kembarnya telah besar.
Saya sangat senang mendengar kisah hidupnya sambil membelahkan durian untukku, menambah nikmat durian yang kumakan.. sekarang dia memiliki 4 hektar kebun ditanami berbagai macam buah-buahan dan makanan untuk hidup bersama keluarganya… disekeliling dapat kulihat pohon jeruk, durian, coklat, papaya, jruk nipis, mungkin lebih banyak lagi yang belum saya lihat.

*Satu hal yang mengesankan dari ibu marni sama seperti Dg. Abu di pulau cangke, bahwa dia tak pernah mengambil keuntungan, semuanya diberikan secara gratis. Karena kebutuhannya sudah ada disekelilingnya

0 komentar:

Posting Komentar